Moms, sebagai manusia kita tidak akan bisa terus menerus bahagia. Pada suatu waktu kita akan sedih, marah, sensitif, mudah iri dan curiga, perasaan-perasaan ini kerap muncul saat kita sedang mengalami burnout akibat lelah dengan rutinitas. Ketika burnout kadang muncul perasaan yang sulit dikontrol, perasaan yang mungkin muncul dari diri kita di masa lalu atau yang biasa disebut sebagai inner child. 

Inner child adalah sisi kepribadian seseorang yang terbentuk dari kenangan di masa kecil. Pada usia 6-7 tahun gelombang otak anak berkembang untuk mudah mengingat dan merespon sesuatu dengan cepat hingga 4-7 teta. Dari sini, mulailah memberikan kenangan terbaik untuk anak-anak kita terutama pada usia 6-7 tahun agar anak memiliki inner child yang positif. Yup, inner child tidak selalu negatif ya Moms, ada juga kok inner child yang positif. Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi inner child seseorang: 

1. Pola Asuh

Meliputi gaya pengasuhan orang tua pada anaknya, orang tua sebagai role model yang dilihat oleh anak bahkan akan dicontoh. Jika orang tua bersikap kasar maka itulah inner child yang terekam di memori seorang anak hingga ia dewasa. Kemudian statement yang sempat terucap oleh orang tua, bagaimana bahasa dan tutur kata yang dilontarkan pada anak akan teringat di inner child. Biasanya inner child dalam bentuk verbal ini terjadi saat perdebatan antara anak dan orang tua, banyak orang tua yang masih memaksakan keinginannya agar dituruti anaknya. Kalimat-kalimat yang terucap ini yang akan terus menghantui anak hingga ia dewasa dan terjebak dalam inner child. 

 

 

2. Orang-orang Yang Muncul di Kehidupan

Dalam hidup kita pasti bertemu dengan banyak orang selain keluarga. Dimulai saat bersekolah kita mengenal teman-teman satu kelas dan para guru, terus begitu hingga di bangku kuliah mulai berteman dengan banyak orang dari organisasi. Meskipun sudah tidak anak-anak lagi, tapi orang-orang yang kita kenal sepanjang hidup ini akan memberikan pengaruhnya pada hidup kita. 

 

3. Tidak Menyadari Ada Luka Batin

Point ini adalah faktor yang paling banyak terjadi di masyarakat. Seseorang kerap menganggap remeh masalah inner child dan memilih mengabaikannya. Tanpa disadari luka batin di masa lalu ini terbawa hingga dewasa dan kerap menjadi letupan-letupan kecil saat merasa burnout, bahkan dalam pernikahan. Misalnya seorang istri memiliki inner child yang diabaikan, suatu hari ia mulai mengeluhkan pasangannya dengan tuntutan-tuntutan yang agak berlebihan. Setelah ditelusuri ternyata keluhan-keluhanya tadi berasal dari refleksi masa kecilnya berupa kebutuhan yang tidak terpenuhi oleh orang tuanya. Setelah menikah, suaminya yang menjadi korban atau displacement person. Bisa dikatakan suaminya adalah pelampiasan akibat perasaan trauma diabaikan. 

 

Jika seseorang memilih mengabaikan inner child, maka akan menjadi letupan-letupan kecil tadi akan berubah menjadi bom waktu di masa depan. Jadi kenapa sih inner child penting bagi kehidupan seseorang di masa depan? Masa lalu yang bahagia yang penuh kehangatan, perhatian, dan dukungan dari lingkungan dalam hal ini keluarga akan membuat seseorang tumbuh dengan inner child yang positif. Dia akan menjadi kuat dan tidak mudah rapuh saat diterpa kondisi buruk. Jika seseorang sudah menjadi kuat berkat inner child yang positif

 

 

So Moms, tugas kita sebagai manusia dewasa adalah berdamai dengan masa lalu. Luangkan waktu untuk menyendiri ketika kamu mulai merasakan ciri-ciri inner child. Ajak bicara sosok masa kecilmu yang hadir saat kamu meras lelah, ingin marah, atau bersedih. Lalu, tugas kita sebagai orang tua adalah memberikan kehangatan pelukan dan kasih sayang yang cukup untuk anak, supaya kelak inner child yang ikut bersamanya tumbuh adalah inner child yang positif.